Total Tayangan Halaman

Jumat, 24 Februari 2012

Materi Agroforestry

1. Pengantar AF
2. Klasifikasi dan pola kombinasi komponen AF
3. Fungsi dan Peran AF
4. Peran AF skala plot
5. Aspek ekososbud AF
6. Pengelolaan dan Pengembangan AF
7. peranan ekologi lokal dalam AF
8. Kelembagaan dalam AF
9. Prospek penelitian AF

MATERI KULIAHKU AGROFORESTRY

  1. Manfaat Agroforestry Bagi Petani

Agroforestri adalah suatu system penggunaan lahan yang bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan hasil total secara lestari, dengan cara mengkombinasikan tanaman pangan/pakan ternak dengan tanaman pohon pada sebidang lahan yang sama, baik secara bersamaan atau secara bergantian, dengan menggunakan praktek-praktek pengolahan yang sesuai dengan kondisi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya setempat.

Sistem agroforestri sendiri memiliki beberapa manfaat bagi petani, diantaranya :

1. Manfaat yang didapat petani dari segi lingkungan

  • Mengurangi laju aliran permukaan, pencucian zat hara tanah, dan erosi, karena adanya pohon-pohon yang menghalangi terjadinya proses-proses tersebut. Sehingga kandungan unsur hara dalam tanah akan tetap terjaga.
  • Agroforestry dengan tanaman menyerupai hutan akan dapat menghasilkan seresah yang lebih banyak. Seresah tersebut dapat berasal dari daun-daun pohon yang gugur dan ranting pohon. Seresah yang ada dipermukaan tanah selanjutnya akan terdekomposisi serta meningkatan kadar unsure hara tanah.
  • Perbaikan struktur tanah karena adanya penambahan bahan organic yang terus menerus dari serasah yang membusuk. Tanah akan lebih gembur sehingga tidak memerlukan pengolahan tanah yang berlebihan.

2. Manfaat yang didapat petani dari segi Sosial dan Ekonomi

Sistim agroforestry pada suatu lahan akan memberikan manfaat ekonomi yang nyata bagi petani. Manfaat tersebut berupa :

  • Peningkatan dan penyediaan hasil berupa kayu pertukangan, kayu bakar, pangan, pakan ternak dan pupuk hijau.
  • Mengurangi timbulnya kegagalan panen secara total, yang sering terjadi pada sistem pertanian monokultur. Dengan sistem agroforestry petani akan memiliki jenis tanaman lebih dari satu sehingga jika satu jenis tanaman satu mengalami kegagalan panen atau harga yang anjlok, kerugian dapat ditutupi dari hasil panen tanaman jenis lainnya.
  • Memantapkan dan meningkatkan pendapatan petani karena adanya peningkatan dan jaminan kelestarian produksi. Selain itu karena pengolahan sistem agroforestry yang mudah maka petani dapat lebih memiliki waktu untuk bekerja selain pada lahan agroforestry.
  • Dengan produk yang memiliki ekonomis tinggi pada lahan agroforestry akan memperbaiki standar hidup petani karena ada pekerjaan yang tetap dan pendapatan yang lebih tinggi.
  • Perbaikan nilai gizi dan tingkat kesehatan petani dan adanya peningkatan jumlah dan keaneka-ragaman hasil pangan yang diperoleh.
  • Pemanfaatan lahan kritis. Lahan yang mengalami kekurangan unsur hara dan tidak produktif jika ditanam dengan tanaman secara intensif (monokultur) dapat digunakan sebagai lahan agroforestry sehingga menghasilkan produk/pendapatan bagi petani.
  • Modal yang diperlukan dalam pertanian agroforestri lebih sedikit dibandingkan pertanian monokultur.
  • Menyebarkan secara merata kebutuhan buruh/tenaga kerja sepanjang musim,
  • Memproduktifkan lahan-lahan yang tidur/tidak terpakai, buruh dan modal,
  • Menciptakan tabungan dan modal (capital stock). Misalkan tanaman pohon yang memiliki usia yang lama dapat menjadi suatu tabungan untuk jangka waktu yang lama dimana jika sudah waktunya dipanen atau diambil kayunya akan bernilai tinggi.
B. Permasalahan Dalam Agroforestry.
1. Kelemahan

a) Kesulitan visual

Keberagaman bentuk, kemiripan dengan vegetasi hutan alam, dan kesulitan membedakannya dalam penginderaan jauh (remote sensing) menjadikan bentang lahan agroforest sulit dikenali. Kebanyakan agroforest dalam peta-peta resmi diklasifikasikan sebagai hutan sekunder, hutan rusak, atau belukar, oleh karena itu biasanya disatukan ke dalam kelompok lahan yang menjadi target rehabilitasi lahan dan hutan. Dalam kenyataannya di lapangan, seringkali agroforest sukar dibedakan dari “hutan rakyat”, walaupun intensitas pemeliharaan yang dilakukan pada agroforest nampaknya lebih nyata daripada pemeliharaan hutan rakyat.

b) Kesulitan mengukur produktivitas

Ahli ekonomi pertanian terbiasa dengan perhatian hanya kepada jenis tanaman dan pola penanaman yang teratur rapi. Biasanya mereka enggan memberi perhatian terhadap nilai pepohonan dan tanaman non-komersial (apalagi nilai yang sifatnya sulit terukur/intangible, seperti konservasi dan jasa lingkungan lainnya). Mereka juga biasanya tidak memiliki latar belakang yang cukup untuk mengenali manfaat ekonomi spesies pepohonan dan herbal/semak. Rimbawan terbiasa dengan memperlakukan pohon dalam satuan tegakan sedangkan dalam agroforestri diperlukan penanganan pohon secara individual. Keahlian memperlakukan pohon secara indivual adalah kelebihan seorang agroforester yang tidak dimiliki oleh rimbawan. Sebagai contoh keahlian menebang sebuah pohon di antara pohon-pohon lainnya tanpa banyak merusak tetangganya adalah salah satu ciri dari sistem silvikultur agroforestri yang berbeda dengan sistem silvikultur kehutanan tradisional.

Kurangnya pengetahuan tentang pengelolaan pohon pada lahan pertanian Adanya penyisipan pohon di antara tanaman semusim, akan menimbulkan masalah yang sering merugikan petani karena kurangnya pengetahuan petani akan adanya interaksi antar tanaman. Tidak sedikit petani yang masih beranggapan, bahwa menanam pohon pada lahan usaha mereka akan mengurangi produktivitas panen pertaniannya. Kondisi ini diperparah dengan kurangnya pemahaman para penyuluh lapangan pertanian akan fungsi pohon dalam agroforestri, baik yang berkaitan dengan total dan keberlanjutan produksi lahan.


2. Ancaman Keberlanjutan

a) Kesulitan merubah pandangan ahli agronomi dan kehutanan

Besarnya jenis dan ketidakteraturan tanaman dalam agroforest membuatnya cenderung diabaikan. Kebanyakan ahli pertanian dan kehutanan yang sudah sangat terbiasa dengan keteraturan sistem monokultur dan agroforestri sederhana menganggap ketidakteraturan dan keberagaman tanaman ini sebagai tanda kemalasan petani. Kebanyakan ahli agronomi dan kehutanan yang akrab dengan pola pertanian sederhana dan keaslian hutan alam masih sulit untuk mengakui bahwa agroforest adalah sistem usaha tani yang produktif.

Salah satu kesulitan bagi seorang rimbawan dalam mengelola sistem agroforest di lahan hutan adalah lebih rumitnya metode yang dipakai dalam penaksiran hasil daripada pekerjaan rutinnya yang relatif lebih sederhana. Di samping itu, rimbawan tidak terbiasa untuk bekerja /berinteraksi langsung dengan masyarakat dalam semangat kemitraan, partisipatif, dan paradigma yang berbeda.

b) Kepadatan penduduk

Pengembangan agroforest membutuhkan ketersediaan luasan lahan, karenanya agroforest sulit berkembang di daerah-daerah yang sangat padat penduduknya. Ada kecenderungan bahwa peningkatan penduduk menyebabkan konversi lahan agroforest ke bentuk penggunaan lain yang lebih menguntungkan dalam jangka pendek.

c) Penguasaan lahan

Luas agroforestri di Indonesia mencapai jutaan hektar, tetapi tidak secara resmi termasuk ke dalam salah satu kategori penggunaan lahan. Hampir semua petani agroforest tidak memiliki bukti kepemilikan yang resmi atas lahan mereka. Banyak areal agroforest yang dinyatakan berada di dalam kawasan hutan negara, atau dialokasikan kepada perusahaan perkebunan besar dan proyek pembangunan besar lainnya. Ketidakpastian kepemilikan jangka ini berakibat keengganan petani untuk melanjutkan sistem pengelolaan yang sekarang sudah mereka bangun.

d) Ketiadaan data akurat

Kecuali untuk agroforest karet dan sebagian kecil lainnya, belum ada upaya serius untuk mendapatkan data yang akurat mengenai keberadaan/luasan agroforest yang tersebar di hampir seluruh kepulauan Indonesia. Akibatnya, belum ada upaya untuk memberikan dukungan pembangunan terhadap agroforest tersebut, seperti yang diberikan terhadap sawah, kebun monokultur (cengkeh, kelapa, kopi, dan lain-lain), atau Hutan Tanaman Industri (HTI).

e) Egosektoral

Pengembangan agroforestri menuntut adanya kerjasama yang baik antara kehutanan dan pertanian (dalam arti luas). Akan tetapi, khususnya di Indonesia, terjadi pembagian administrasi yang sangat jelas antara sektor pertanian dan kehutanan. Meskipun dari sisi pengetahuan dan semangat untuk mengembangkan agroforestri di masing-masing sektor sangat besar, kesulitan sering terjadi pada taraf implementasinya (mulai dari perencanaan hingga pelaksanaannya di lapangan). Hal tersebut karena kesulitan melaksanakan koordinasi antar berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda, yang terkait dengan kebijakan pembagian kewenangan dan tanggung jawab teknis dan finansial. Padahal di sisi lain, untuk membentuk agroforestri menjadi sektor dan memiliki departemen sendiri sangat tidak dimungkinkan. Kondisi ini mengakibatkan pengembangan agroforestri hingga saat ini lebih banyak berhasil dalam konteks penelitian dan uji-coba pada skala yang terbatas. Keberhasilan itupun juga belum optimal, karena tidak adanya dukungan kebijakan yang diperlukan, tidak terkecuali pada fase pasca panen dan pemasaran dari keseluruhan produk yang dihasilkan.


C. Penelitian Yang Dibutuhkan Mengenai Agroforestri
1. Evaluasi Penerapan Pola Agroforestri Terhadap Kesejahteraan Masyarakat

Akhir-akhir ini tekanan terhadap sumberdaya alam semakin meningkat seiring dengan bertambahmya jumlah penduduk. Meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan adanya perubahan pada pola konsumsi pangan yang terus meningkat, kurangnya luas kepemilikan lahan pertanian per keluarga petani, jumlah angkatan kerja meningkat, jumlah kebutuhan akan kayu meningkat. Akibatnya sangat berdampak terhadap sektor kehutanan, antara lain: adanya perambahan hutan, pencurian kayu, penggembalaan ternak dan ancaman kebakaran hutan sehingga kualitas lingkungan dan fungsi-fungsi hutan menjadi turun. Dengan keadaan tersebut Perhutani selaku pihak pengelola hutan mengembangkan suatu konsep pengelolaan hutan yang berbasiskan kepada masyarakat, salah satunya adalah dengan pola agroforestri.

Maksud penelitian ini adalah mengevaluasi komposisi komponen pola agroforestri dan hasil tanaman semusim serta dampak sosial ekonomi dan kelestarian hutan, sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kecocokan pola agroforestri, produktifitas lahan dan nilai keuntungan yang diperoleh dari agroforestri.


2. Penelitian Pengaruh Agroforestry Terhadap Kehidupan Social Ekonomi Dan Sikap Petani

Keberadaan program agroforestri akan mengubah kehidupan social ekonomi petani peserta agroforestri. Dalam hal ini akan berkaitan dengan lahan yang dimiliki petani dan sumber mata pencaharian. Peserta yang memiliki lahan cukup sempit akan susah menerapkan sistem agroforestri. Bahkan pendapatan petani dari lahan agroforestri tidak mencukupi kebutuhannya jika lahannya sempit. Semakin lama lahan perorangan akan semakin sempit ini disebabkan pertambahan populasi penduduk. Bagi petani yang tidak bisa mencukupi kebutuhannya dari lahan agroforestrinya dibutuhkan sumber mata pencaharian lain yang dapat menutupi kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan.

Dengan perubahan mata pencaharian kehidupan social ekonomi akan berubah. Dengan mengetahui perubahan yang terjadi dan dapat memprediksinya akan dapat membantu menyelesaikan masalah-masalah yang akan dihadapi pada penerapan sistem agroforestry suatu wilayah. Penelitian ini diperlukan pada setiap wilayah yang akan dilakukan program agroforestri.